Apakah ada yang tahu tentang kisah Harry Potter dan Divergent? Selain keduanya adalah film yang diadaptasi dari novel, keduanya juga memiliki persamaan dari segi isi. Dapatkah menemukan persamaan cerita antara keduanya?
Pada kisah Harry Potter, sekolah sihir Hogwart memiliki 4 asrama, yaitu Gryffindor (ksatria dan gagah berani), Hufflepuff (sabar dan setia), Ravenclaw (bijaksana dan kreatif), dan Slytherin (ambisius dan cerdik). Siswa pada tahun pertama di Hogwart akan dipilih berdasarkan topi seleksi untuk masuk ke asrama yang mana sesuai dengan keinginan dan sifat alami mereka.
Pada cerita Divergent, masyarakat sosial masa depan di Kota Chicago dibagi menjadi 5 bagian, yaitu Abnegation (tidak egois), Amity (cinta damai), Candor (jujur), Dauntless (pemberani), dan Erudite (cerdas). Setiap tahun, remaja berumur 16 tahun akan diberi tes bakat untuk menentukan mereka akan berada di bagian yang mana.
Kedua kisah tersebut menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Selain itu, minat dan bakat mereka sejak lahir menunjukkan mereka akan memiliki cita-cita yang berbeda pula. Setiap anak memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga nantinya, mereka akan ditempatkan di tempat yang berbeda sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Mengapa hal ini terjadi? Agar anak-anak dan remaja nantinya ketika dewasa mengerjakan sesuatu yang mereka inginkan. Mereka juga harus paham apa yang mereka lakukan. Mereka harus mengerjakan sesuatu yang menjadi keahlian mereka. Jenis pekerjaan dan profesi juga bukan hanya satu, sehingga kecerdasan sifatnya majemuk atau berjumlah banyak.
Pendidikan Indonesia secara umum mengharuskan peserta didik untuk mempelajari berbagai mata pelajaran. Namun, bagi sebagian besar orang tua dan peserta didik, seseorang yang pintar adalah yang jago pada pelajaran yang berkaitan dengan hitungan.
Ada pertanyaan yang lebih mendalam lagi. Peserta didik bertanya mengapa mereka harus pandai di semua mata pelajaran. Jika memang pintar dan cerdas hanyalah berkaitan dengan angka, mengapa peserta didik harus mempelajari mata pelajaran lain yang tidak ada kaitannya dengan menghitung? Nah, inilah yang harus kita pahami bersama.
Howard Gardner, seorang tokoh pendidikan dan psikologi, mencetuskan teori tentang kecerdasan majemuk. Kecerdasan majemuk mengutamakan bahwa setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda, sehingga setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda pula. Gardner membagi kecerdasan anak menjadi 9 jenis kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan Verbal-Linguistik: kemampuan untuk menggunakan dan memahami kata-kata, serta memiliki keterampilan berbahasa yang baik (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Seseorang yang memiliki kecerdasan bahasa yang baik cocok menjadi penulis, penyair, wartawan, pembicara seminar, penyiar berita, aktor, dan lain-lain.
2. Kecerdasan Logika-Matematis: kemampuan untuk menghitung, mengukur, menggunakan rumus, dan menyelesaikan operasi hitungan yang baik. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cocok menjadi ilmuwan, ahli matematika, akuntan, programmer komputer, ahli mesin, dan lain-lain.
3. Kecerdasan Musikal: kemampuan untuk memahami dan menggunakan nada, melodi, irama, menggunakan alat musik, dan memiliki kepekaan terhadap bunyi atau suara. Seseorang yang memiliki kecerdasan musikal yang baik dapat menjadi komposer, dirigen, musisi, penyanyi, pencipta lagu, dan lain-lain.
4. Kecerdasan Visual-Spasial: kemampuan untuk memahami jarak, memahami bentuk dan ruang, serta menggambarkan sesuatu yang baru. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini bisa menjadi pelaut, pilot, pelukis, pemahat/pengukir, arsitek, dan lain-lain.
5. Kecerdasan Kinestetik: kemampuan untuk menggerakkan tubuh dengan baik dan menggunakan objek/benda dengan terampil. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini memiliki ketahanan fisik. Orang-orang yang memiliki kecerdasan kinestetik yang baik adalah atlet, penari, tentara, polisi, pekerja konstruksi (bangunan), aktor dan aktris film laga/action, dan lain-lain.
6. Kecerdasan Interpersonal: kemampuan untuk memahami masalah orang lain, membina hubungan dengan orang lain, membaca karakter orang lain, dan membantu orang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cocok menjadi psikolog, pekerja sales, politisi, manajer perusahaan, guru atau dosen, konselor, dan lain-lain.
7. Kecerdasan Intrapersonal: kemampuan untuk menilai diri sendiri, memahami diri sendiri, dan mengarahkan kehidupan diri menjadi lebih baik. Kecerdasan ini tidak terlalu berkaitan dengan profesi tertentu karena kecerdasan ini lebih banyak berkaitan dengan diri seseorang itu sendiri.
8. Kecerdasan Naturalis: kemampuan untuk mengenali dan memahami spesies makhluk hidup seperti fauna (hewan) dan flora (tumbuhan), alam, serta peduli lingkungan hidup. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini sangat baik menjadi ahli biologi, ahli botani, pecinta alam, penjelajah, petani, nelayan, dan lain-lain.
9. Kecerdasan Eksistensial: kemampuan untuk memahami hakikat segala sesuatu, mempertanyakan keberadaan kehidupan, serta memiliki kemampuan spiritual (agama) yang baik. Ustad, pendeta, serta pemimpin agama yang lain memiliki kecerdasaan eksistensial yang tinggi.
Walaupun setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda, setiap anak dapat, atau mungkin harus, memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan. Kecerdasan seseorang memang berkaitan dengan kemampuan berpikir atau otak. Akan tetapi, kecerdasan yang selaras dengan kemampuan dalam bersikap positif dan berbudi pekerti luhur sangatlah diperlukan di kehidupan sehari-hari.
Pihak-pihak yang bergerak di bidang pendidikan harus menyadari berbagai kecerdasan majemuk ini. Peserta didik dan orang tua hendaknya mencari sekolah yang tidak hanya mengembangkan kecerdasan anak secara akademik, namun juga mengembangkan kecerdasan anak di bidang lain, misalnya bidang olahraga dan seni. Peserta didik banyak yang tidak menyadari mengenai apa yang mereka kuasai, sehingga harus diarahkan oleh orang dewasa (orang tua dan guru) di sekitar mereka.
Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi bisa mencetal gol ke gawang dengan tepat. Bangtan Boys atau BTS bisa bernyanyi dan dance dalam waktu bersamaan. Andrea Hirata (penulis Laskar Pelangi) dan Masashi Kishimoto (kreator Naruto) bisa mengarang cerita yang luar biasa. Mereka semua adalah orang yang cerdas. Mengapa? Karena kecerdasan itu banyak jenisnya.
Penulis: Firda Ariani, S.Pd
Editor: MZi
Sumber rujukan:
https://id.wikipedia.org/wiki/Asrama_Hogwarts
https://id.wikipedia.org/wiki/Divergent
https://id.wikipedia.org/wiki/Howard_Gardner
https://en.wikipedia.org/wiki/Theory_of_multiple_intelligences
Tidak ada komentar:
Posting Komentar